Dalam Islam, pembahasan tentang keluarga menempati posisi yang sangat penting dan mulia. Al-Qur’an sendiri memberikan perhatian khusus terhadap tema ini. Banyak kisah para nabi dan rasul yang diabadikan, bukan hanya sebagai utusan Allah, tetapi juga dalam peran mereka sebagai anak, ayah, maupun suami. Semua itu Allah hadirkan agar kita dapat mengambil pelajaran langsung dari teladan orang-orang terbaik.
Jangan sampai kita lupa, sumber ilmu paling utama dalam Islam adalah wahyu Allah dan teladan manusia terbaik, yaitu Rasulullah ï·º sebagai uswah hasanah kita.
Adapun ketika hendak mengambil ilmu dari selain keduanya, ada dua hal penting yang harus diperhatikan:
-
Apakah hal itu bertentangan dengan syariat?
-
Bagaimana pandangan syariat mengenai hal tersebut?
Seorang mukmin hendaknya menempatkan Kitab Suci di atas sains, karena Al-Qur’an adalah sumber kebenaran tertinggi. Berapa banyak ilmu yang kita punya, jika tidak bisa dijadikan sebagai aset untuk wasilah kebaikan yang mengalir, ketika kita sudah meninggal maka itu semua tidak ada artinya.
Di sisi lain, aset paling berharga yang kita miliki adalah keluarga. Maka, visi kepemimpinan semestinya dimulai dari rumah masing-masing.
Hal ini sejalan dengan sabda Nabi ï·º: ‘Setiap orang adalah pemimpin, dan setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.’ Dalam tafsirnya, makna ‘pemimpin’ lebih ditekankan pada peran sebagai pengayom.
Didalam keluarga, kerugian terbesar terdapat ketika keturunan kita tidak dapat melanjutkan kebaikan/pahala setelah kita meninggal. Seperti kisah nabi Zakaria, doa yang dipanjatkan oleh Nabi Zakaria artinya lebih kurang begini "Ya Allah, saya takut jika tidak ada pelanjut setelah saya", pelanjut disini diartikan sebagai perpanjangan tangan akan kebaikan setelah Nabi Zakaria meninggal.
Ada lagi cerita mengenai kitab Musnad yang terkenal yaitu Imam Ahmad (Imam dari Madzhab Hambali), yang mana bunyi riwayatnya selalu begini, "Abdullah berkata, Ayah saya memberikan Hadis ini kepada saya", yang mana Abdullah adalah anak dari Imam Ahmad. Bukan hanya itu, tetapi beberapa riwayat ada juga yang merupakan pengambilan dari orang lain, dengan arti bahwa kebaikan untuk bapaknya ditambahkan oleh Abdullah sendiri.
Anak yang seperti itu tidak bisa secara tiba-tiba menjadi begitu, pastinya ada peran orang tua didalamnya. Oleh karena itu, mari kita para orang tua dengan sadar dan penuh tanggung jawab untuk mengambil peran tersebut.
Dari Keluarga Imran untuk Keluarga Kita
Perlu kita ketahui bahwa Imran ini bukanlah seorang Nabi, tapi satu-satunya yang memakai kata keluarga di dalam Al-Quran hanyalah Surah Ali-Imran, yaitu keluarga Imran. Disini Allah ingin kita sadar bahwa keluarga Imran yang mana Imran-nya sendiri bukan seorang Nabi, ternyata bisa istimewa dan mendapatkan posisi khusus.
Secara generasi, Imran memiliki anak yang bernama Maryam, dan Maryam memiliki anak yaitu Nabi Isa. Tidak hanya Imran, Maryam pun juga wanita yang dipuji dan dipilih oleh Allah. Grafik generasi keturunan Imran naik karena posisi tiap generasi semakin istimewa.
Secara sejarah, Maryam lahir sebagai seorang yang Yatim, yaitu ketika Imran sudah meninggal, yang mana sang Ibu menjadi orang tua tunggal (single parent). Jadi pelajaran terdapat dalam tiga fase, yaitu fase hamil, fase melahirkan, dan fase pengasuhan.
Resep Mudah untuk Berhasil Mendidik Anak Melalui Kisah Imrah
Orang tua seharusnya menjalankan tugasnya sebagai orang tua sebaik-baiknya sesuai kemampuannya. Di kisah keluarga Imran, orang tuanya memberikan nama, selalu dan senantiasa mendoakannya, dsb.
Hal yang harus terpatri dalam diri kita, bahwa berlelah-lelah dalam mendidik anak ini ialah ibadah serta amal sholeh yang harus diterima Allah, insyaAllah dimudahkan. Agar amal ibadah kita diterima oleh Allah itu syaratnya hanya dua, ada ilmu dan ikhlas.
Selanjutnya, jika sudah Allah terima, maka Allah akan ikut serta dalam mendidik dan menumbuhkan anak-anak kita. Kemampuan manusia terbatas dalam mendidik anaknya, oleh karena itu kita butuh sekali campur tangan Allah didalamnya. Maka, kembali lagi ke point kedua, kita harus membayangkan bahwa ini adalah amal ibadah yang harus Allah terima.
Setelah semuanya diserahkan kepada Allah, segala bentuk kekurangan yang kita punya maka akan ditambal oleh Allah dengan cara-Nya. Jika semua jenjangnya sudah terpenuhi, maka hasilnya Allah akan berikan keajaiban kepada Anak dan keajaban juga kepada pendidik anak tersebut.
Mari ambil peran sebagaimana yang diinginkan Allah dan Rasulullah

0 Comments